Pendidikan di Indonesia memiliki beberapa polemik yang sulit untuk diatasi dalm
waktu. Berbagai masalah terjadi di dunia pendidikan di Indonesia sangat
memperihatinkan mengingat indonesia merupakan negara berkembang yang sangat membutuhkan
pendidikan yang baik dan bisa bersaing di dunia internasional.
Pendidikan di Indonesia Mahal
Pepatah
barat kaum kapitalis menyebutkan “tidak ada sarapan pagi yang gratis”.
Impian untuk dapat mengenyam pendidikan di PTN favorit seakan dihadang ranjau
yang membahayakan masa depannya.
Pihak PTN
berpikir bahwa kampus yang mereka kelola sangat marketable sehingga merekapun
mengikuti hukum ekonomi, “biaya tinggi mengikuti permintaan yang naik”. Memang
cukup dilematis, disatu sisi masyarakat dan negara selalu ingin meningkatkan
kemampuan atau kecerdasan penerus bangsanya tetapi secara paradoks, masyarakat
telah dibelenggu oleh biaya pendidikan yang mahal dan membuat seolah olah hanya
kaum yang berduitlah yang mampu menyekolahkan anaknya Meski secara resmi
pembukaan pasar bebas bidang pendidikan di Indonesia berlaku mulai tahun 2006
namun invasi pendidikan asing yang berimplikasi pada meningkatnya biaya
pendidikan sudah lama terasa. Memang sebuah angka partisipasi pendidikan yang
masih dibawah standar. Dan dengan berbekal ini, pendidikan tinggi di Indonesia
semakin mahal yang semakin menjauhkan masyarakat menengah ke bawah dengan
keinginan untuk menyekolahkan anaknya di perguruan tinggi negeri favorit yang
murah.
Pendidikan di Indonesia Tidak Terfokus
Pendidikan
Indonesia selama ini terkesan tidak terfokus, ganti menteri pendidikan maka
ganti juga kurikulum dan sistem pendidikannya. Pendidikan di Indonesia kurang
membentuk kepribadian akademis (academic personality) yang utuh. Kepribadian
akademis sangat penting dimiliki oleh pelaku pendidikan (anak didik dan
pendidik) yang akan maupun yang sudah menguasai ilmu pengetahuan. Kepribadian
akademislah yang dapat membedakan pelaku pendidikan dengan masyarakat umum
lainnya. Diskusi yang bersifat dialog jarang terjadi dalam proses
pendidikan kita, bersuara kadangkala diartikan keributan yang dikaitkan
dengan tanda bahwa anak yang bersangkutan tidak disiplin atau bahkan dianggap
bodoh.
Kondisi
pendidikan utamanya di perguruan tinggi dewasa ini terlihat kurang kondusif dan
kurang konstruktif karena terjadi gejala sosial yang kurang baik muncul dalam
lingkungan kampus. Tampaknya pendidikan di Indonesia belum sepenuhnya mampu
mewujudkan watak dari ilmu pengetahuan yang bersifat terbuka. Pada awalnya ilmu
pengetahuan yang dihasilkan dari dunia pendidikan berposisi untuk melakukan
perlawanan terhadap mitos-mitos, seperti perlawanan Socrates terhadap tradisi
mitologi budaya Yunani kuno yang percaya akan adanya dewa-dewi dan
menganggapnya sebagai segala galanya. Guru merupakan faktor yang penting dalam
pendidikan, sebaik apapun sistem dan kurikulumnya yang dibuat, jika tidak
didukung oleh profesionalisme guru maka bisa dipastikan hasilnya tidak
maksimal. Undang-Undang tentang Guru dan Dosen yang telah disahkan tidak secara
cepat ditindaklanjuti oleh pemerintah. Ada sesuatu yang krusial atas kompleknya
permasalahan dalam dunia pendidikan di Indonesia dimana anggaran pendidikan
kita masih jauh dari anggaran yang digariskan yaitu 20% dari APBN
(Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) seperti disyaratkan oleh Undang Undang
Dasar kita. Sebagai gambaran saja, untuk tahun 2006 anggaran pendidikan kita
baru Rp 41,3 triliun atau sekitar 9,1% dari APBN, bahkan peningkatan anggaran
pendidikan yang diajukan oleh pemerintah untuk RAPBN 2007 sangat tidak
signifikan sekali yakni hanya menjadi Rp. 51,3 triliun atau sekitar 10,3 % dari
RAPBN.
Pendidikan di Indonesia yang Membebaskan
Pikiran
manusia dapat membuat kesadaran, kesadaran adalah pengetahuan yang dibentuk
oleh pikiran atau akal manusia. Karena itu kita akan mengenang pikiran Rene
Descartes yang mengatakan bahwa “aku berpikir, aku sadar, maka aku ada” dengan
demikian, kesadaran yang ada dalam pikiran itu membuat kita memiliki
pengetahuan. Kondisi pendidikan di Indonesia harus mulai diarahkan kepada
peningkatan kesadaran peserta didik dalam memandang objek yang ada, peran
pendidik yang sangat dominan dan otoriter harus dikurangi, peranan
pemerintahpun dalam “mengacak-acak” kurikulum harus dikaji secara cermat,
kalaupun itu harus dilakukan maka terlebih dahulu harus dilakukan penyerapan
aspirasi secara demokratis.
Segenap
komponen bangsa harus turut melakukan pembenahan sistem pendidikan di Indonesia
sehingga penciptaan kesadaran individu dalam rangka kebebasan berpikir dan
bertindak dengan mengedepankan etika dan norma di masyarakat dapat diwujudkan,
hal ini dapat dilakukan melalui pendidikan formal di bangku sekolah dan juga
pendidikan non formal sebagai metode pendampingan masyarakat luas dalam proses
pendidikan bangsa yang harus terus dilakukan secara kontinyu, karena di masa
sekarang maupun di masa mendatang, seorang intelektual tidak hanya cukup
bergutat dengan ilmunya belaka namun realita sosial di masyarakat juga harus
menjadi objek pemikiran dalam dirinya. Dengan ketatnya persaingan dewasa ini,
arah pendidikan di Indonesia harus mampu berperan menyiapkan peserta didik
dalam konstelasi masyarakat global dan pada waktu yang sama, pendidikan juga
memiliki kewajiban untuk melestarikan national character dari bangsa Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar